NEWS UPDATE
- Satlantas Polres Grobogan Gelar Art Policing di Event Car Free Day
- Nilai SKM Pelayanan Satpas 1435 POLRES GROBOGAN
- MAKLUMAT KOMPENSASI PELAYANAN SIM POLRES GROBOGAN
- POLISI SABAHAT ANAK
- Patroli malam meminimalisir kejahatan
- PENYEMPROTAN DISINFEKTAN MEMUTUS MATA RANTAI COVID-19
- MEKANISME PENERBITAN BPKB
- MEKANISME PENERBITAN SIM
- POLRES GROBOGAN WUJUDKAN KANTOR RAMAH DISABILITAS
Ikan Asin Bukan Makanan Orang Miskin
Berita Populer
- Sat lantas Grobogan alihkan lalu lintas di Jl.Diponegoro Purwodadi
- Es Teler, Sejarahmu Dulu dan Kini
- POSEDUR PEMBUTAN SIM DAN BIAYA ADMINISTRASI PEMBUATAN SIM
- MEKANISME PENERBITAN BPKB
- Permudah bayar pajak kendaraan, samsat buka 22 loket pelayanan
Berita Terkait
Ikan asin tergolong makanan yang populer, karena mudah sekali ditemukan di pasar. Harganya yang murah membuat ikan asin kerap disantap oleh masyarakat dengan ekonomi lemah.
"Tak heran kalau, ikan asin akhirnya menjadi simbol rakyat miskin atau wong cilik," tukas sejarawan JJ Rizal, saat diskusi "Kuliner Nusantara dan Kebudayaan," di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia, Depok.
Karena terlanjur suka dan terbiasa, masyarakat Indonesia dari kelas sosial yang lebih rendah sampai kini masih sering menyantap ikan asin. Selain murah dan enak, ikan asin juga praktis karena tahan lama.
Namun menurut Rizal, simbol ikan asin sebagai makanan wong cilik ini sebaiknya tidak perlu ditonjolkan. Secara tak langsung, hal itu akan menyebabkan jurang pemisah antara masyarakat kaya dan miskin semakin tajam. "Harus ada upaya dari pemerintah untuk menghilangkan simbol ikan asin adalah makanan wong cilik," tegasnya.
Upaya ini perlu dilakukan, karena dalam kenyataannya ikan asin bukan monopoli rakyat miskin saja.
"Banyak juga kok orang kaya dan pejabat negara yang makan ikan asin, cuma mereka tidak ngaku saja. Hanya jaga gengsi. Padahal tidak ada yang salah dengan makan ikan asin. Seharusnya malah mereka merakyat dan lebih prihatin, bukan malah ikut-ikutan untuk makan mewah," tambah Rizal.
Cukup ditemani sayur asem, sambal superpedas, dan kerupuk, ikan asin memang sudah menjelma menjadi lauk yang "mewah". Bagaimana dengan Anda? Apakah ikan asin juga menjadi bagian dari hidangan Anda sehari-hari?
"Tak heran kalau, ikan asin akhirnya menjadi simbol rakyat miskin atau wong cilik," tukas sejarawan JJ Rizal, saat diskusi "Kuliner Nusantara dan Kebudayaan," di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia, Depok.
Karena terlanjur suka dan terbiasa, masyarakat Indonesia dari kelas sosial yang lebih rendah sampai kini masih sering menyantap ikan asin. Selain murah dan enak, ikan asin juga praktis karena tahan lama.
Namun menurut Rizal, simbol ikan asin sebagai makanan wong cilik ini sebaiknya tidak perlu ditonjolkan. Secara tak langsung, hal itu akan menyebabkan jurang pemisah antara masyarakat kaya dan miskin semakin tajam. "Harus ada upaya dari pemerintah untuk menghilangkan simbol ikan asin adalah makanan wong cilik," tegasnya.
Upaya ini perlu dilakukan, karena dalam kenyataannya ikan asin bukan monopoli rakyat miskin saja.
"Banyak juga kok orang kaya dan pejabat negara yang makan ikan asin, cuma mereka tidak ngaku saja. Hanya jaga gengsi. Padahal tidak ada yang salah dengan makan ikan asin. Seharusnya malah mereka merakyat dan lebih prihatin, bukan malah ikut-ikutan untuk makan mewah," tambah Rizal.
Cukup ditemani sayur asem, sambal superpedas, dan kerupuk, ikan asin memang sudah menjelma menjadi lauk yang "mewah". Bagaimana dengan Anda? Apakah ikan asin juga menjadi bagian dari hidangan Anda sehari-hari?
Write a Facebook Comment